Senyuman Rahmad Mengakhiri Kisah Bibir Sumbing
Pekerja Sosial
Rahmad Maulizar, 28 tahun, dikenal sebagai yang lelaki ramah dan suka
tersenyum, sesuai dengan tugasnya sebaga pekerja sosial. Hampir setiap hari
dari tempat tinggalnya di Meulaboh, Aceh Barat,
ia mengemudikan minibus berlogo Smilne Train, sebuah badan sosial yang
berpusat di Jakarta dan mengkhususkan diri pada bantuan operasi bibir sumbing.
Rahmad mencari anak-anak penyandang bibir sumbing yang akan diajaknya menjalani
operasi gratis bersama Smile Train.
“Karena saya sekarang bisa tersenyum, saya ingin memberikan senyum saya
pada orang lain,’’ ujar Rahmad seperti dikutip dalam laman Smile Train. Rahmad
Maulizar dulu adalah penyandang bibir sumbing (cleft lip) pula. Sempat
mengalami pahit getir sebagai penyandang cleft lip sampai usia 17 tahun,
Rahmad mengaku pernah menjalani masa kanak-kanak hingga remaja yang tidak
mudah. Ia sering dibully oleh orang sekelilingnya.
Radmad tahu bahwa bibir sumbing bisa diatasi dengan operasi plastik, namun
biaya terus menjadi kendala. Hingga 2008, ia mendengar soal Smile Train
Indonesia yang akan menggelar operasi
bibir di Kota Banda Aceh. Ia pun
meluncur ke Banda Aceh dan mendaftar. Kesempatan pun datang 2010. Ia menjalani
operasi bedan plastik di RS Malahayati Banda Aceh. Hasilnya, sempurna.
Ia belajar bicara keras-keras melatih lidahnya. Ia belajar menyanyi.
Hasilnya tidak mengecewakan. Artikulasinya
jelas. Sambil menjalani pendidikan di
Program Studi Ilmu Administrasi Negara (ADM), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Teuku Umar, Melauboh, pada tahun 2011 Rahmad menerima
ajakan seorang dokter ahli dari RS
Malahayati Banda Aceh untuk menjadi relawan bibir sumbing. Tugasnya, mencari
pasien dan mendampinginya menjadi pesien
operasi gratis dari Smile Train.
Rupanya, ia menyukai pekerjaan itu. Maka, ketika tawaran datang untuk
menjadi pekerja sosial di Smile Train 2015, ia mengambilnya dan menjalankannya
secara sungguh-sungguh. Kini, ayah dari satu puteri itu menjadi Kordinator
Layanan Smile Train wilayah Provinsi Aceh.
Setiap hari dengan mobil minibusnya, Rahmad bisa mendatangi 20-30 desa,
bertanya pada warga yang ditemuinya tentang anak-anak yang menyandang bibir
sumbing. Pada kesempatan yang lain,
Rahmad pergi ke pasar dan membagikan prosur. Pada kesempatan yang berbeda, ia
pergi ke klinik atau puskesmas, bertanya tentang anak sumbing. Bila menemukan suatu
nama, ia akan berbegas mencarinya,
menemui keluarganya dan meminta ijin untuk mendaftarkannya sebagai pasien calon
operasi bibir sumbing dan celah rumah sakit.
Informasi itu tak serta merta tersedia, terutama untuk kalangan balita.
Banyak orang tua memilih menyembunyikannya, antara lain dengan menggendongnya saat
berada di depan umum, bahkan menutup mukanya dengan selendang. ‘’Ada yang masih
menganggap bibir sumbing itu aib,’’ ujar Rahmad, masygul.
Pernah suatu kali, ia mendatangi satu keluarga yang memiliki anak dengan
bibir sumbing. Alih-alih disambut gembira, dia malahan disiram dengan air. Usut
punya usut, rupanya keluarga itu pernah
didatangi orang yang mengaku relawan dan dimintai uang jasa, agar bisa membawa
si anak cepat masuk ruang operasi. Rupanya, janji manis relawan itu meleset.
Toh, dengan senyum hanganya ia bisa mengatasi situasi itu.
“Tidak mudah meyakinkan orang tua pasien, dan terkadang saya harus mengunjungi
mereka lima kali sebelum mereka setuju,” jelasnya. Sebagian mereka masih asing dan tak terlalu
yakin dengan keandalan operasi plastik.
‘’Jadi, terkadang saya tunjukkan fotonya. Saya memberi tahu orang tua bahwa
bayi mereka sama dengan saya ketika saya mengalami bibir sumbing. Mungkin saya lebih
parah. Beberapa tetap tak percaya bahwa saya memiliki sumbing dan celah,’’ kata
Rahmad. Bila masih gagal paham, dia tak
ragu menembak: “Apakah Anda tidak ingin anak Anda memiliki kehidupan yang lebih
baik seperti saya? Untuk mengikuti jejak saya?’’ Pada situasi seperti itu,
biasanya para orang tua baru percaya dan mau mendukung anaknya menjalani
pengobatan.
Rahmad gigih dalam menjalankan tugasnya. Hingga kini tidak kurang dari
2.000 orang yang telah dibawanya ke
ruang operasi. Secara umum hasilnya memuaskan. Rahmad pun ikut berbahagia. Ia
pernah mengalami kegetiran hidup. Saat usianya 11 tahun, yakni tahun 2004,
gelombang tsunami raksasa menerjang desannya.
Rumahnya hancur. Rahmad selamat dan menjadi penyintas, namun ia kehilangan
sejumlah orang yang menyayanginya. Yang membuat hatinya makin teriris, di
tengah kedukaan pasca tsunami itu, ada saja yang masih tega membullynya hanya
karena ia menyandang bibir sumbing. Situasi itulah yang ikut menempanya agar
tak mudah menyerah ketika tawarannya untuk membantu anak-anak yang mengalami
bibir sumbing, justeru ditolak oleh keluarganya.
Ketika pandemi Covid-19 meraja lela, Rahmat tidak mudah bergerak. Ia
menggunakan gadget-nya untuk menyapa calon pasien, dan memandu pasien yang
sudah mendapat jadwal untuk menjalani operasi. Ia juga menjelaskan secara rinci
protokol kesehatan yang harus dilakukan oleh pasien. Di Aceh, operasi bibir
sumbing dilakukan hampir setiap minggu.
Prevalensi penyandang bibir sumbing dan gangguan celah langit-langit itu
cukup besar di Indonesia. Secara rata-rata ada 1 kasus bibir sumbing dalam
setiap 800 kelahiran. Penyebab bibir
sumbing itu antara lain dari faktor herediter (keturunan), infeksi virus pada
janin, masaalah gizi pada ibu hamil, atau masalah lingkungan hidup yang tidak
sehat.
Dunia kedokteran sudah bista memberikan solusi atas problem bibir sumbing.
Masalahnya, akses menuju ke ruang operasi
plastik itu yang tak bisa dinikmati semua orang. Maka, adanya lembaga
filantropi seperti Smile Train, serta pekerja sosial yang gigih dan jujur
seperti Rahmad Maulizar itu sangat diperlukan oleh masyarakat.
Kegigihan, keyekunan, kejujuran dan integritas Rahmad Maulizar diakui
banyak kalangan. Tak ayal, Rahmad sering
muncul dalam berbagai pemberitaan di media online, dan dianggap sebagai
sosok yang patut dianggap sebagai teladan. Walhasil, ia pun terjaring sebagai
salah satu sosok inspiratif dari sayap sosial dari korporasi otomotif raksasa
Astra Internasional.
Lewat organ sosialnya Semangat Astra
Terpadu Untuk (SATU), Astra memberikan apresiasi kepada 11 anak muda Indonesia
yang dianggap pemuda inspiratif. Salah
satu dari mereka adalah Rahmad Maulizar.
Bersamaan dengan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2021, SARU Awards2021 itu telah sampai di tangan Rahmad, untuk
katagori bidang kesehatan.
Indy Keningar
Komentar
Posting Komentar