Bak Singa Mengaum, Mama Aleta Berjuang Pertahankan Alam
Sumber
Foto : Voxntt.com |
“Perempuan bertanggung jawab menjaga identitas orang timur
dan alam”, ungkapan ini seolah menggetarkan hati, dengan optimisme dan
keteguhan tanpa mengenal menyerah mereka berbuat sesuatu yang berarti bagi
masyarakat. Mulai dari mempertahankan tanah adat, hingga berjuang melestarikan
lingkungan alam.
Adalah,
Aleta Baun yang berjuang selama 13 tahun lebih bersama masyarakat adat Mallo
kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS),
Nusa Tenggara Timur melawan perusahaan tambang marmer di Desa Fukoto.
Bak
singa betina mengaum, Mama Aleta tak mengenal takut demi memperjuangkan alam
tanah kelahirannya. Kisah heroik ini berawal ketika
penambangan marmer milik pengusaha asal Jakarta datang, mereka mengeksploitasi
alam Mallo.
Sementara, sebagian besar
masyarakat Mollo percaya leluhur mereka berasal dari batu, kayu, dan air.
Ketiga unsur ini menjadi simbol marga dan martabat bagi warga setempat. Karena
itu, mereka terusik ketika wilayahnya terancam akibat penambangan.
Sepak
terjang Wanita kelahiran Lelobatan, 16 Maret
1966 ini semakin dikenal setelah menduduki lahan penambangan marmer, sambil
melakukan aksi menenun bersama ratusan warga wanita selama kurang lebih dua
bulan. "Batu ini sudah tidak utuh,
salah satu yang paling mudah memahami isu lingkungan, alam itu seperti tubuh
manusia. Batu itu tulang, air itu darah, tanah itu daging dan hutan itu sebagai
kulit, paru-paru dan rambut. Jadi merusak alam sama dengan merusak tubuh kita
sendiri," tuturnya.
Dalam
setiap perjuangan, tentu selalu ada batu penghalang mama Aleta bercerita sempat
mengalami intimidasi dari para preman yang dibayar oleh perusahaan penambang.
Ibu dua anak ini, harus mengungsi keluar masuk kampung bahkan tak jarang
bersembunyi di hutan bersama buah hatinya yang masih berumur dua bulan kala
itu. Kondisi miris ini, tak membuat Aleta mundur selangkah pun.
Akhirnya,
seluruh masyarakat Mollo bersatu mengusir perusahaan tambang dengan nafas yang
sama, tidak ingin kehilangan identitas alam mereka yang identik dengan gunung
batu. Hingga kini, Perjuangan Aleta menghentikan pertambangan di kampungnya
tidak hanya berhasil. Pada 2013, dia turut menerima penghargaan lingkungan Goldman
Environment Award 2013.
Selain itu, Aleta Baun juga
berhasil mendapat penghargaan sebagai pejuang lingkungan dan Hak Asasi Manusia
(HAM) dari yayasan Yap Thiam Hien, sebuah lembaga yang bergerak di bidang
penegakan Hak Asasi Manusia. Perjalanan perjuangan panjang ini, membuktikan
bahwa setiap usaha keras dengan tujuan kebaikan tidak akan mengkhianati hasil.
Sekelumit kisah wanita pejuang
lingkungan ini, memberikan pelajaran besar bagi bangsa terutama bagi generasi
muda. Bahwasanya, revolusi mental sangat penting demi menyongsong tujuan
Indonesia Emas di waktu yang akan datang.
Penulis :
Octavianus Dwi Sutrisno
Komentar
Posting Komentar