Lebih dari Sekadar Duta Baca, Gol A Gong Ingin Mengabdi pada Dunia Literasi
Sumber Gambar: pasundanekspres.co |
Kita tahu, minat baca negara kita sangat
rendah. Dilansir dari laman Tribunnews, mengenai literasi, Indonesia berada di
tingkat ke 62 dari 70 negara. Atau bisa dibilang, 10 negara terbawah yang
memiliki tingkat literasi rendah. Itu bersumber dari survei yang dilakukan
Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization
for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019.
“Tingkat literasi Indonesia pada penelitian
di 70 negara itu berada di nomor 62,” ujar Staf ahli Menteri Dalam Negeri
(Mendagri), Suhajar Diantoro, ketika Rapat kordinasi nasional bidang
perpustakaan terselenggara pada 2021.
Terkait hal ini, sebetulnya Indonesia butuh
lebih banyak orang seperti Gol A Gung. Dia adalah lelaki asal Purwakarta. Orang
tuanya memilih Heri Hendrayana Harris sebagai nama lelaki ini. Lalu dia
disebut-sebut sebagai Gol A Gong, sesuai dengan nama pena yang dia sematkan
pada karyanya.
Gol A Gong tidak terlahir cacat, pada 15
Agustus 1963. Tapi ketika umur 11 tahun, dia menantang kawan-kawannya untuk
melompat dari pohon di tepi alun-alun kota Serang; siapa yang tertinggi, berhak
mejadi pemimpin di antara mereka. Ketika itulah dia celaka; tangan kirinya
harus diamputasi.
Setelah peristiwa naas itu, bapaknya
berpesan, “Kamu harus banyak membaca, dan kamu akan menjadi seseorang, dan lupa
bahwa dirimu cacat.”
Meskipun tak punya tangan kiri, tapi jejak
prestasinya di dunia literasi sungguh mengesankan. Bahkan Perpustakaan
Indonesia menobatkannya sebagai Duta Baca Indonesia dengan masa bakti hingga
2025.
Sebelumnya pada 2020, KPK memberi
penghargaan "Literasi Anti Korupsi" kepada Gol A Gong atas karyanya
yang bertajuk "Surat Dari Bapak." Tak tanggung-tanggung, berderet penghargaan
lain juga disabet olehnya. Sebut saja, Nugra Jasadarma Pustaloka, Literacy
Award, Anugerah Peduli Pendidikan, Tokoh Sastra Indonesia, Anugerah Kebudayaan
Indonesia, dan Tokoh Penggerak Literasi. Selain itu, dia juga sempat mengetuai
Forum Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Indonesia.
Bila tinggal di Serang, barangkali Anda tak
asing dengan Rumah Dunia, sebuah komunitas yang didirikan oleh Gol A Gong pada
1998. Komunitas ini berada di atas tanah 1000 m2 di belakang rumahnya di
Komplek Hegar Alam, Ciloang Serang, Banten. Semula berkonsep taman baca. Lalu
berkembang menjadi tempat pelatihan kepenulisan dan pusat belajar literasi.
Sumber Gambar: idntimes.com
Saat di wawancarai oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Gol A Gong mengatakan, "Saya sebenarnya terinspirasi dari Ali Sadikin yang juga pernah membangun semacam gelanggang remaja di Senen dan Bulungan. Dari situ, saya membayangkan bagaimana kalau ada tempat yang bisa menjadi tempat belajar jurnalistik, sastra dan film, khususnya untuk anak-anak dan remaja. Selama mendirikan Rumah Dunia, saya begitu ingin mewujudkan obsesi saya itu. Itulah yang menjadi tantangan dari diri saya sendiri dan akhirnya bisa tercapai. Saya ingin menjadi prajurit Tuhan yang berjihad di jalan literasi."
Dilansir dari blog pribadinya (golagong.wordpress.com),
Gol A Gong pada 2010 juga membuat gerakan yang dia sebut Gempa Literasi. Dia
memaknainya sebagai gempa yang menghancurkan kebodohan dengan kegiatan antara
lain:
1. Orasi literasi,
2. Pertunjukkan seni
3. Bedah dan peluncuran buku
4. Bazaar buku
5. Hibah buku
6. Pelatihan
7. Aneka lomba literasi
8. Diskusi.
Gempa literasi tidak hanya berlaku di Bumi
Nusantara, tetapi juga Asia. Sebut saja, Gorontalo (2012), Singapura, Malaysia,
Mekkah (2012), Jeddah (2012), Qatar, Abu Dhabi (2012), Dubai (2012), Frankfurt
(2015), Taiwan (2015), Hongkong (2017) Anyer-Panarukan (2014), Se Jawa
(Juli-Agustus 2017), Bangka (April 2018), dan se Sumatra (Juli-Agustus 2018), dan
Se-Jawa Timur (Desember 2018), dan terus hingga hayat di kandung badan…
Hingga hayat di kandung badan, katanya.
Artinya, dia berniat sepanjang hidup mengabdi kepada bidang literasi. Semangat
dan integritas yang patut diteladani darinya.
Penulis: Ecka Pramita
Komentar
Posting Komentar