Burgreens, Tak Hanya Menawarkan Makan Enak Tapi juga Hidup Sehat
Foto: kumparan |
Istilah generasi milennial memang
sedang akrab terdengar. Istilah tersebut berasal dari millennials yang
diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil
Howe dalam beberapa bukunya.
Melansir laman Kementerian
Komunikasi dan Informasi disebutkan jika milenial generation atau generasi Y
juga akrab disebut generation me atau echo boomers. Secara harfiah memang tidak
ada demografi khusus dalam menentukan kelompok generasi yang satu ini.
Namun, para pakar
menggolongkannya berdasarkan tahun awal dan akhir. Penggolongan generasi Y
terbentuk bagi mereka yang lahir pada 1980 - 1990, atau pada awal 2000, dan
seterusnya. Awal 2016 Ericsson mengeluarkan 10 Tren Consumer Lab untuk
memprediksi beragam keinginan konsumen.
Laporan Ericsson lahir
berdasarkan wawancara kepada 4.000 responden yang tersebar di 24 negara dunia.
Dari 10 tren tersebut beberapa di antaranya, adalah adanya perhatian khusus
terhadap perilaku generasi millennial. Salah satunya ialah minat
kerja di bidang startup
Semenjak tren perusahaan rintisan
startup digital mulai muncul beberapa tahun lalu, memberikan kesemptan
seluas-luasnya bagi generasi milenial yang lekat dengan teknologi punya sebuah
pilihan baru dalam hal karier mereka menjadi pendiri perusahaan rintisan
(startup).
Melansir laman Cohive, perusahaan
startuo adalah usaha baru ang berjalan dan menerapkan inovasi teknologi untuk
menjalankan core business dan
memecahkan masalah di masyarakat. Secara mudahnya dapat disebut dengan
perusahaan yang memiliki sifat disruptive
dalam sebuah industri bahkan menciptakan pasar yang baru.
Inovasi ini dinilai
menarik karena sebagai generasi instan, milenial cenderung ingin
melihat hasil dari pekerjaan yang mereka lakukan secara langsung. Ownership ini biasanya diikuti juga
dengn fleksibilitas terhadap aturan kantor. Meskipun tidak persis sama, startup
biasanya menawarkan kebijakan yang memungkinkan untuk bekerja secara remote,
bekerja dengan jam kerja yang fleksibel dan semacamnya.
Alasan lain
milenial ingin mengejar hasil atau impact adalah
fenomena pencitraan melalui media sosial. Media sosial yang banyak digemari
pengguna sosmed seperti Instagram misalnya, mendorong pengguna untuk membagikan
konten yang unggul, keren dan menarik agar mendapatkan like sebanyak mungkin.
Sehingga
tanpa disadari hal tersebut mengakibatkan para milenial akan memandang jejaring
mereka yang mengunggah konten juga di Instagram sebagai individu yang lebih
baik, lebih sukses, lebih bahagia, dan lain sebagainya, seperti yang terlihat
di unggahan instagram mereka dibandingkan dirinya sendiri.
Padahal jika
disadari, kebanyakan konten tersebut hiperbolis atau terlalu melebih-lebihkan.
Realitanya, sangat mungkin jika jejaring mereka berada pada level yang sama
atau mirip dengan si milenial tersebut. Namun, yang ada di benak si milenial
itu adalah selalu merasa tertinggal sehingga ia akan terdorong untuk memperoleh
achievement setinggi-tingginya
termasuk di dalam karir.
Lantas
nilai-nilai apa yang menguat yang bisa dijadikan role model dalam bisnis startup?
Berikut di antaranya seperti yang dilansir dari laman Gramedia:
1. Membentuk tim yang solid dan
konsisten
Membentuk tim
yang solid serta konsisten. Tanpa adanya sebuah tim yang solid pada sebuah
bisnis startup maka perkembangan tidak akan terjadi yang dapat menimbulkan
terjadinya kegagalan.
Dalam membentuk
tim yang solid dan konsisten, kamu harus memiliki visi serta tujuan yang sama
atau sejalan dengan tim yang ada. Kamu juga bisa menetapkan komitmen kepada
setiap anggotanya, dimana jika ingin mengembangkan usaha yang ada harus
konsisten. Dengan memiliki tim yang solid, sebuah brand yang akan dibentuk juga
akan ikut terpengaruh berdasarkan citra atau pandangan baik dari pemberi dana
atau investor.
2. Terus bertanya, jangan berpuas
diri
Tidak malu untuk
terus bertanya dan mau berkembang terus serta tidak mudah puas akan diri
sendiri. Dalam sebuah bisnis startup
yang membedakannya dengan usaha lain adalah bagaimana seseorang dituntut untuk
terus berpikir kritis serta inovatif sehingga dapat menemukan pasar baru yang
tepat untuk melakukan usaha.
Kamu juga tidak
boleh cepat untuk merasa puas akan hasil yang didapatkan. Dari hasil yang
didapatkan tersebut, gunakanlah untuk menganalisis apa yang dapat dikembangkan
dan mencari cela yang dapat diperbaiki untuk memenuhi kebutuhan pasar yang ada.
Sebagai individu yang bekerja di bidang startup harus memiliki rasa penasaran
dan keinginan untuk terus bertanya sehingga dapat menemukan jawaban baru yang
tepat untuk permasalahan yang ada di tengah masyarakat saat ini.
3. Memiliki kepercayaan terhadap diri
dan usaha yang dikembangkan
Kamu juga tidak
boleh cepat untuk merasa puas akan hasil yang didapatkan. Dari hasil yang
didapatkan tersebut, gunakanlah untuk menganalisis apa yang dapat dikembangkan
dan mencari cela yang dapat diperbaiki untuk memenuhi kebutuhan pasar yang ada.
Sebagai individu yang bekerja di bidang startup
harus memiliki rasa penasaran dan keinginan untuk terus bertanya sehingga dapat
menemukan jawaban baru yang tepat untuk permasalahan yang ada di tengah
masyarakat saat ini.
Burgreens, Startup yang Mengajak Gaya
Hidup Sehat
Burgreens adalah
rantai makanan nabati terkemuka di Indonesia yang mengkhususkan diri dalam
masakan Asia dan Barat yang lezat. Mereka percaya bahwa apa yang dimakan
berdampak langsung pada kesehatan kesejahteraan petani, dan kelestarian
lingkungan. Mengutip laman Burgreens, jika Burgreens dimulai dengan sangat
rendah hati pada November 2013 oleh pasangan muda vegan – Max & Helga –
yang bersemangat untuk menjadikan gaya hidup sehat dan berkelanjutan sebagai
arus utama di kampung halaman mereka; saat menguji model usaha sosial yang
menggabungkan dampak sosial positif dan keberlanjutan finansial.
Inovasi kuliner
dan pemberdayaan lokal adalah inti dari apa yang mereka lakukan. Anda dapat
menikmati kenyamanan makanan favorit Anda dari Burger, Rendang, Bibimbap, hingga
Vegan Boba - dibuat ulang 100 persen dari tumbuhan di Burgreeens.
Menerapkan gaya
hidup sehat memang sesuatu yang tidak
mudah. Bahkan banyak orang merasa hal itu tidak perlu. Namun, Helga Angelina
Tjahjadi sang pemilik Burgreens ingin memberikan gagasan dan terobosan mengenai
pemikiran seperti itu.
Melansir laman
Indystry, bersama sang suami, Max Elnathan Mandias, Helga sukses menjadi
sociopreneur paling menginspirasi berkat restoran yang ia kelola sejak empat
tahun lalu, Burgreens. Restoran cepat saji ini, berpegang teguh pada prinsip
seratus persen bahan makanannya berbasis tanaman organik. Burgreens juga
menerapkan konsep ramah lingkungan dengan menggunakan alat makan dari kayu,
plastik berbahan dasar singkong, dan juga sedotan bambu.
Kesuksesannya
saat ini, tentunya berawal dari kisah perjuangannya untuk menyembuhkan diri
dari beberapa penyakit yang ia derita. Sejak kecil, Helga sering sakit seperti,
sinusitis, eksim dan asma. Tak hanya sampai disitu, menginjak usia 15 tahun, ia
mengalami masalah kesehatan pada ginjal dan livernya.
Beranjak dari
situlah, Helga ingin memulai belajar mengenai nutrisi kesehatan, dan akhirnya
memutuskan untuk menjadi vegetarian yang sehat. Ditambah lagi, Helga dan suami
nekad meninggalkan zona nyaman mereka di Belanda untuk menjalankan passion-nya,
yaitu menyebarkan gaya hidup sehat melalui makanan sehat.
Lewat Burgreens,
Helga bersama suami banyak mengedukasi gaya hidup yang dilakukan melalui
kegiatan movie screening, ikut serta dalam berbagai seminar, dan membuat event
bersama yang melibatkan supplier dan konsumen setia untuk memperkuat hubungan
mereka dengan Burgreens.
Tak hanya itu,
Helga juga membuat program ‘Burgreens Go to School’ dan ‘Burgreens Go to Office’
dan menjangkau ribuan orang di 60 sekolah dan lembaga. Program ini mengajak
gaya hidup sehat dan ramah lingkungan ini, keduanya mengajarkan menanam dan
memasak makanan sehat. Saat ini, Burgreens sudah berkembang menjadi tim yang
terdiri dari 70 orang dan mempunyai empat gerai di Jakarta.
Penulis: Ecka Pramita
Komentar
Posting Komentar