Belajar Perihal Malu dari Cara Kita Memperlakukan Sampah
Sumber Gambar: Diskepora.babelprov.go.id |
Musim penghujan telah tiba. Beberapa daerah
akan terendam banjir karena biasanya memang seperti itu, termasuk di Semarang.
Tapi, tentunya bukan banjir yang akan dipersoalkan di artikel ini, melainkan
sampah yang menjadi penyebab banjir tersebut.
Pada 19 Februari 2021, Dinas Lingkungan
Hidup kota Semarang mencatat bahwa volume sampah meningkat 10 persen. "Di
Tanah Mas itu penanganan sampai dua hari baru selesai. Ada 20 truk yang
mengangkut timbunan sampah seperti perabotan rumah tangga. Ada kursi, kasur,
sofa yang sudah tidak terpakai karena basah dibuang begitu saja," kata
salah seorang pekerja di dinas tersebut, mengutip dari laman Kompas.
Ada
pemandangan yang mungkin tak asing ketika berkunjung ke suatu tempat.
Dengan mudah kita akan menjumpai jalan, parkiran, halaman tempat ibadah,
diseraki sampah berupa putung rokok, plastik, koran bekas, dan botol-botol.
Sampah-sampah itu seringan kapas. Di lain
hal, tempat sampah mudah kita temukan di mana saja. Apakah sesulit itu membuang
sampah pada tempatnya?
Meskipun benda kecil, tapi putung rokok
bukan hal yang kecil. Kita bisa melihat gambaran yang lebih besar, sebab bila
benda sekecil itu diabaikan, maka sampah lain pun senasib, kecuali ada kepentingan
lain, semisal, malu kepada masyarakat.
Kita tahu, membuang sampah sembarangan
bukanlah tabiat baik di lingkungan kita. Anda mungkin bertanya, lantas kenapa
sampah tetap berlimpah? Jawabannya, karena seseorang tidak tinggal di satu
lingkungan saja. Mereka terkadang melintasi lingkungan lain yang masyarakatnya
tidak mengenalnya.
Bila begitu, seseorang memiliki kesempatan
untuk tak tahu malu di tengah masyarakat yang tak mengenalnya. Itu menjadi
alasan, kenapa kita sering melihat orang-orang dengan entengnya membuang sampah
di jalan, pusat keramaian, parkiran, dan lainnya.
Di lain tempat, memang ada masyarakat yang
tak malu-malu satu sama lain. Maka, yang terjadi sesuai dengan yang diungkit
oleh pekerja dinas di atas. Di Tanah Mas, Semarang, 20 truk dikerahkan hanya
untuk mengangkut timbunan sampah perabotan rumah tangga masyarakat sekitarnya.
Masyarakatnya tidak saling menegur atau mengingatkan, melainkan berlomba-lomba
membuang sampah sembarangan.
Yang jadi soal, banyak orang sejak kecil
dididik untuk malu kepada masyarakat. Itu tidak keliru. Tetapi akibatnya,
orang-orang tersebut bertingkah sesuai dengan tolok ukur masyarakat. Mereka
akan berdandan demi memuaskan mata orang lain, bukan untuk kepuasan diri
sendiri. Membangun citra yang megah demi diakui orang lain. Tentu itu soal
lain. Namun, mengenai mental bagaimana mereka menyikapi sampah tentu tak jauh
beda. Barangkali mereka akan membuang sampah-sampah pada tempatnya hanya saat
semua mata yang mengenalnya melihat.
Lain halnya bila sedari kecil orang dididik
untuk malu kepada diri sendiri. Di mana pun berada, kendati hanya dia dan Tuhan
yang tahu, mustahil sampah dibuang begitu saja. Sebab ada dirinya sendiri yang
merasa malu bila melakukan itu.
Tapi di Kabupaten Bangka, ada seorang anak
muda yang melebihi dari sekadar malu kepada diri sendiri bila membuang sampah
sembarangan. Pemuda itu bernama Orie Fachridho Hermawan. Dia lahir di
tempilang, 22 September 1998.
Dilansir dari Berita.baca.co.id, Orie bukan
hanya menjaga lingkungan agar terbebas dari sampah, melainkan juga mengajak
pemuda-pemuda untuk bersama-sama merawat lingkungan. Niatnya dimulai saat
dirinya kuliah Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi, Universitas Bangka.
Karena sepak terjangnya, Orie sempat menjadi Duta Pemuda Kabupaten Bangka pada
2018. Prestasi lainnya, dia juga tercatat sebagai Atlit Porprov Bulutangkis
Provinsi Bangka Belitung 2018.
Selain itu, Tribunnews.com menulis bahwa
Orie membangun Komunitas Recycling Generation. Bersama teman-temannya, dia
membuat Desa Penyampak, Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka Belitung, sebagai
desa binaan komunitas tersebut.
Mereka menjaga kelestarian Sungai Pengalen,
mengolahnya sebagai sumber daya dan mengubah desa tersebut menjadi desa dengan
konsep ekowisata, dan memberdayakan masyarakat sekitarnya.
"Kami ingin menyediakan lapangan kerja
bagi masyarakat sekitar dan mendorong program konservasi sungai. Karena
keterlibatan masyarakat lokal merupakan kunci utama dalam pembangunan Ekowisata
Sungai Pengalen yang sedang kita kembangkan saat ini. Kami berupaya menjaga
sungai karena keanekaragaman hayati masih alami," ujar Orie.
Sumber Gambar: Tribunnews.com/ Orie Fachridho
Hermawan
Tentu saja akan muluk-muluk bila berharap setiap
warga kita dapat menjadi Orie, Orie berikutnya. Tapi minimal, kita bisa
mengurus sampah sendiri. Karena dengan cara itulah lingkungan terawat, saluran
air tidak tersumbat, dan banjir teratasi.
Bila perlu, pemerintah dapat bekerja sama
hingga tingkat kampung. Yaitu, dengan mewajibkan setiap RT memiliki seksi yang
dapat memantau aktifitas warganya, dan mensosialisasikan, serta memberikan
sanksi-sanksi kepada oknum pembuang sampah sembarangan secara tegas sesuai
dengan yang tertulis pada perda. Dengan begitu, warga akan terhindar dari oknum
yang gemar nyampah sembarangan.
Penulis:
Komentar
Posting Komentar